Welcome GenoPen…hari-hari bersamanya pun dimulai…

Hasil diagnosa dokter sudah saya perkirakan tapi tetep aja waktu dengernya hati ini kayak diiris. Ya Allah, satu lagi anakku mengalami kelainan. Dulu Yudhistira, yang toh akhirnya Kau ambil lagi…sekarang Jingga. Kenapa ya Tuhan?

Tapi sudahlah ngga usah nyesel, Tuhan punya semua rencana indah dengan semua yang saya alami ini. Keliatannya sengsara, menderita, tapi rencana Tuhan itu pasti terbaik buat kita.

Jingga didiagnosa dokter mendapat Turner Syndrome. Apa itu? Sederhananya ada kromosom Jingga yang kehilangan pasangannya. Akibatnya bisa macam-macam. Badan jadi pendek/kecil karena kurang/ tidak adanya hormon pertumbuhan, terlambatnya pubertas, kemungkinan infertilitas, atau gangguan organ tubuh seperti jantung, paru, ginjal, limpa dll. Sindrom ini terdapat pada 1 dari 2500 wanita di dunia. Banyak ya, dan hanya menimpa wanita. Bahaya ngga? Jelas berbahaya bila sindrom itu mengakibatkan gangguan organ tadi.

Tujuh bulan yang lalu, kami akhirnya sepakat membawa anakku ke dokter endokrin, dr Bambang di RS Hermina Jatinegara. Setelah dilihat riwayat pertumbuhannya, tinggi badan orang tua, dokter minta dilakukan pemeriksaan menyeluruh mulai foto tulang tangan, cek darah, USG organ tubuh, cek kromosom. Foto tulang untuk melihat umur tulang, dan melihat kemungkinan masih bisa tumbuh lagi sampai berapa lama. Cek darah untuk melihat jumlah estrogen yang dimiliki, USG organ untuk melihat ada tidaknya kelainan organ, dan tes kromosom untuk melihat kemungkinan adanya Sindrom Turner tadi. Dari semua tes itu yang paling mahal adalah tes kromosom (sekitar 1,3 juta), bisa dilakukan di Prodia, nanti sample darah dikirim ke lembaga Eykman, hasil selesai dalam 2 minggu.
Dari hasil tes, organ tubuh normal, estrogen kurang, dan ternyata ada Turner Syndrome.

Setelah konsul lagi dengan dokter, disarankan untuk melakukan terapi hormon pertumbuhan. Saya sudah banyak baca di Internet tentang hal ini, malah tau cerita sukses Lionel Messi yang juga pernah terapi hormon pertumbuhan. Tapi kita ngga serta merta menyanggupinya. Kenapa? Karena terapi itu harus suntik tiap hari. Aduh saya ngga tahan membayangkan anak saya disuntik tiap hari, pasti nyiksa banget. Tapi yang paling saya khawatirkan adalah kedisiplinan kami karena nyuntiknya harus teratur. Kalau ngga disiplin tiap hari, hasilnya sama aja boong. Nah, kita sering lupa tuh, atau sering jalan-jalan ngebackpacking.

Setelah 7 bulan berselang akhirnya kami bertekad, mau ngga mau terapi itu harus dijalani. Saya ngga mau nanti Jingga minder setelah dewasa karena badannya yang jauh lebih kecil daripada teman sebayanya. Kami datang lagi ke Dr Bambang, lalu kami dirujuk ke agen penjual hormon pertumbuhan. Ada 2 penyedia hormon ini di Indonesia, sebenernya ada beberapa sih tapi yang lainnya ngga tau, yaitu Merck dengan nama produk Saizen, dan Pfizer dengan produk Genotropin. Kalo googling banyak banget dah informasinya.

Saya coba bandingkan kedua produk ini, karena ini adalah terapi jangka panjang, paling ngga 4 tahun, jadi saya pengen yang bener-bener sreg. Saizen itu terapinya ngga pake jarum suntik, tapi pake tekanan udara yang menembakkan cairan hormon ke pori-pori kulit hingga masuk ke lapisan lemak bawah kulit. Keliatannya gampang tapi setelah anak saya coba-coba agak susah juga, ngga nyaman buat dia. Sedangkan Genotropin pakai alat suntik jarum yang sangat kecil, bentuknya seperti pulpen gede (katanya kayak suntikan insulin) dan katanya ngga akan terasa sakit. Kami merasa lebih sreg dengan alat Geno pen ini karena dijamin ngga akan meleset atau tergelincir di kulit.

Dosis hormon sesuai berat badan, dengan hitungan 0,14 kali berat badan anak. Jadi kalau anak saya beratnya 21 kg, dibutuhkan dosis 3 IU (International Unit, setara 0.33 mg) per hari. Nah, harganya per IU kalo Saizen sekitar 115 ribu, Geno 97 ribu. Seminggu suntik 6 hari, istirahat sehari. Jadi kebayang khan biaya yang harus dikeluarkan…

Akhirnya kami pilih Genotropin. Permasalahan lain menghadang. Hormon itu harus disimpan di suhu 2-8 derajat Celcius. Kalo di rumah terus sih ngga papa. Lah kami mau keluyuran lagi Mei dan Agustus ini ( tiket dan hotel dah dibayar) gimana cara bawanya? Cooler box cuma bisa tahan 8 jam, takutnya kita di jalan bisa lebih dari itu. Mesti ada solusinya nih. Di Internet saya nemu cooler box yang pakai batere bisa dicharge kayak hape, buatan China, harganya sekitar USD220. Bisa beli di Singapore, tapi ongkirnya 350 ribu 😦

Tapi itu masalah nanti lah, dan pasti ada jalan pemecahannya. Yang pasti, ini hari pertama anak saya menjalani terapi, mudah-mudahan berjalan lancar dan membawa hasil yang menggembirakan. Bukan biayanya yang saya pikirkan (walau pun kata dokter, seharga satu mobil/ rumah) tapi kalo ini ngga berhasil, gimana nanti perasaan anak saya kalo dia besar kelak….ah jadi sedih lagi mikirin itu…tapi Tuhan Maha Baik, pasti dia akan berikan yang terbaik buat anak saya. Doain ya…

Update 24 April 2012: 3 minggu sudah anak saya menjalani terapi Genotropin, tiap hari suntik dengan GenoPen ternyata tidak ada rasa sakit, kata anak saya malah lebih sakit digigit semut daripada disuntik. Dan yang menggembirakan, kemarin diukur tinggi badannya, bertambah sekitar 2 cm! Mudah-mudahan perkembangan yang menggembirakan ini terus berlanjut….